Kisah Ukasyah Yang Ingin Cambuk Rasulullah
Assalamualaikum Wr.Wb
Bagaimana kabar pembaca setia rubrik desa cerdas?. Tulisan kali ini mengangkat kisah sahabat nabi Ukasyah yang ingin mencambuk Rasulullah SAW. Barangkali ada dari pembaca yang pernah mendengar atau membaca kisahnya. Karena ini merupakan salah satu kisah yang mashur.
Kisah ini bermula setelah Surat An-Nashr diturunkan. Surat ini menurut penafsiran Ibnu Abbas menandai wafatnya Rasulullah dalam waktu yang tidak lama setelah (surat ini) diturunkan. Jabir bin Abdillah dan Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa setelah surat ini turun, Rasulullah SAW berkata: “Wahai Jibril. Jiwaku sudah terasa lelah.”
Jibril mengatakan, “Akhirat itu lebih baik bagimu daripada dunia. Dan, pasti Tuhanmu akan memberikan (sesuatu) kepadamu dan kamu merasa ridha.”
Mendengar jawaban Jibril, lantas Rasulullah SAW meminta Bilal memanggil semua sahabat dan kaum muslimin berkumpul di Masjid Nabawi. Tidak lama penuhlah masjid. Karena para sahabat sudah lama sekali tidak mendengarkan tausiah Rasulullah. Kemudian Rasulullah memimpin sholat dan naik ke atas mimbar.
Terlihat beliau duduk lemah di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang dideritanya. Di momen inilah Rasulullah berkhotbah yang membuat hati bergetar dan membuat mata menangis.
Rasulullah bertanya kepada para sahabat: ”Wahai manusia, bagaimanakah aku ketika menjadi Nabi bagi kalian?."
Para sahabat menjawab: ”Semoga Allah subhanahu wata’ala membalas kebaikanmu wahai Nabi. Sungguh engkau bagi kami seperti seorang ayah yang penyayang dan seorang saudara yang tulus dan pengasih. Engkau telah menunaikan seluruh risalah Allah, menyampaikan wahyu-Nya, dan berdakwah dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Kami berdoa semoga Allah subhanahu wata’ala membalas kebaikanmu dengan sebaik-baik balasan sebagai bentuk terima kasih sebuah umat kepada Nabinya”.
Rasulullah SAW bersabda lagi dan setiap apa yang Rasulullah sabdakan, selalu dibenarkan oleh sahabat. Pada akhirnya sampailah pada suatu pertanyaan yang menjadikan para sahabat sedih dan terharu.
Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya, aku akan pergi menemui Allah SAW. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian”.
“Wahai sekalian kaum muslimin, aku meminta kalian dengan nama Allah subhanahu wata’ala dan hakku atas kalian, siapa saja yang pernah aku zalimi hendaklah ia berdiri dan meminta qishash (pembalasan setimpal) dariku sebelum qishash di hari kiamat kelak".
”Adakah aku berhutang kepada kalian?. Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan berhutang dengan manusia”.
Mendengar hal itu, tiada seorang sahabat pun yang berdiri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta untuk kedua kalinya kepada para sahabat, tetap tidak ada yang berdiri seorang pun. Sampai tiga kali Rasulullah mengulangi kalimat yang sama. Para sahabat tetap terdiam, karena memang tidak ada.
Yuk Isi Kuisoner Penilaian Kepuasan Masyarakat Untuk Pelayanan Pemerintah Desa Sepit, Klik Disini Untuk Mengisi.
Tiba-tiba bangun seorang laki-laki tua renta, sosok itu bernama Ukasyah.
Ukasyah lantas bercerita: ”Ya Rasulullah, aku ingin sampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlu engkau berbuat apa-apa”.
Rasulullah berkata “Sampaikanlah wahai Ukasyah”.
Ukasyah berkata: “Demi ayah dan ibuku. Andai engkau tidak mengucapkan kalimat itu sampai tiga kali, pasti aku tidak akan maju. Dulu, aku pernah bersamamu dalam satu perang. Setelah perang selesai, dan kita mendapatkan kemenangan, kita segera pulang. Untaku dan untamu berjalan sejajar. Aku turun dari unta, mendekatimu karena aku ingin mencium pahamu. Namun, tiba-tiba engkau mengangkat pecut dan pecut itu mengenai perutku. Aku tidak tahu, apakah kejadian itu engkau sengaja atau engkau ingin memecut unta.”
Mendengar cerita Ukasyah, para sahabat pun kaget. Mereka semua berdiri. Tidak menyangka sosok Ukasyah berani bertindak seperti itu. Karena para sahabat sangat yakin Rasulullah tidak sengaja. Apalagi terkena sabetan pecut ketika naik kuda atau unta adalah hal biasa. Mereka marah pada Ukasyah.
Namun Rasulullah tidak marah dan berkata: “Wahai Ukasyah, aku berlindung dengan kemuliaan Allah subhanahu wata’ala bagaimana mungkin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sengaja hendak melibasmu”.
“Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah, kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama.”
Dengan suara yang agak tinggi, Ukasyah berkata: ”Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah.”
Kala itu, Ukasyah seakan-akan tidak meras bersalah mengatakan demikian. Sedangkan ketika itu, sebagian sahabat berteriak marah kepadanya. ”Sungguh engkau tidak berperasaan Ukasyah, bukankah baginda (Nabi Muhammad SAW) sedang sakit?.” timpal seorang sahabat.
Kemudian Rasulullah meminta Bilal mengambil cambuk di rumah Fatimah RA. Bilal meminta cambuk itu dari Fatimah. Kemudian Fatimah bertanya: “Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini wahai Bilal?”
Bilal menjawab dengan nada sedih: ”Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah.”
Mendengar itu, terperajat dan menangislah Fatimah, seraya berkata : “Kenapa Ukasyah hendak memukul ayahku Rasulullah?. Ayahku sedang sakit, kalau mau memukul, pukullah aku anaknya”.
Bilal berkata: “Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua”.
Bilal lantas membawa cambuk tersebut ke masjid lalu diberikannya kepada Ukasyah. Setelah mengambil cambuk itu, Ukasyah berjalan menuju hadapan Rasulullah. Tiba-tiba Abu Bakar Asiddiq berdiri dan berkata: “Wahai Ukasyah, cambuklah aku, sesungguhnya aku adalah orang yang pertama yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasulullah. Cabuklah aku.”
Lalu dijawab oleh Rasulullah: “Duduklah Abu Bakar, ini urusan aku dengan Ukasyah.”
Ukasyah melanjutkan langkahnya menuju ke hadapan Rasulullah. Kemudian Umar Bin Khattab berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: ”Ukasyah kalau engkau mau mukul, pukullah aku. Dulu memang aku tidak suka mendengar nama Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya. Itu dulu, sekarang tidak boleh seorang pun yang boleh menyakiti Rasulullah. Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah, maka langkahi dulu mayaktu”.
Rasulullah berkata: “Duduklah wahai Umar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah”.
Ukasyah kembali melanjutkan langkahnya menuju hadapan Rasulullah, tiba-tiba berdirilah Ali Bin Abu Talib. Sepapu sekaligus menantu Rasulullah. Ali menghalangi Ukasyah dan berkata: “Ukasyah, pukullah aku saja. Darah yang mengalir pada tubuhku ini sama dengan Rasulullah, pukullah aku,”.
Lalu Rasulullah kembali menjawab: “Duduklah wahai Ali, ini urusa antara aku dengan Ukasyah”.
Ukasyah semakin dekat dengan Rasulullah. Tiba-tiba tanpa disangka bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah yaitu Hasan dan Husen. Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil memohon.
“Wahai paman, pukullah kami, kakek sedang sakit. Pukul kami saja wahai paman. Kami cucu kesayangan Rasulullah. Dengan memukul kami sesungguhnya itu sama dengan menyakiti kakek kami wahai paman”.
Rasulullah berkata: “Wahai cucu-cucu kesayangaku duduklah kalian. Ini urusan kaken dengan paman Ukasyah”.
Begitu langkah Ukasyah sampai di tangga mimbar, dengan lantang ia berkata :
”Bagaimana aku mau memukul engkau ya Rasulullah. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau mau aku pukul maka turunlah ke bawah.”
Mendengar permintaan Ukasyah, Rasulullah meminta beberapa sahabat memapahnya ke bawah. Kemudian duduk pada sebuah kursi.
Lalu dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi: ”Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju ya Rasulullah.”
Mendengar perkataan Ukasyah para sahabat semakin geram. Namun tanpa berlama-lama dalam keadaan lemah, Rasulullah membuka bajunya. Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah. Sedangkan beberapa batu terlihat terikat di perut beliau, pertanda sedang menahan lapar.
Kemudian Rasulullah berkata: ”Wahai Ukasyah, segeralah..”
Ukasyah langsung menghambur menuju Rasulullah. Cambuk ditangannya ia buang jauh-jauh. Kemudian ia peluk tubuh Rasulullah seerat-eratnya, sambil menangis sejadi-jadinya.
Ukasyah berkata: ”Ya Rasulullah, ampuni aku, maafkan aku”.
“Mana ada manusia yang sanggup menyakiti engkau ya Rasulullah, sengaja aku melakukannya agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Karena engkau pernah mengatakan “Barang siapa yang kulitnya pernah bersentuhan dengaku, maka diharamkan api neraka atasnya”.
”Seumur hidupku aku bercita-cita dapat memelukmu. Karena Sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan sungguh aku takut dengan api nereka. Maafkan aku ya Rasulullah”.
Mendengar itu, Rasulullah berkata: “Engkau harus memukul atau memaafkan aku wahai Ukasyah”.
Ukasyah menjawab: “Aku telah memaafkan engkau dengan harapan Allah akan memaafkan aku di hari kiamat nanti”.
Rasulullah SAW dengan senyum berkata: ”Wahai sabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat ahli surga, maka lihatlah orang tua ini (Ukasyah)”.
Semua sahabat menitikkan air mata. Kemudian para sahabat bergantian memeluk Rasulullah SAW.
Sahabat rubrik desa cerdas, dari kisah ini kita bisa mengambil pelajaran. Bahwa sekecil apapun kesalahan kita terhadap sesama manusia terutama terhadap sesama muslim, segerakan meminta maaf. Karena ketika seorang hamba mempunyai dosa kepada Allah maka orang tersebut harus bertaubat, beristighfar memohon ampun kepada Allah. Dan ampunan Allah sangat luas bagi setiap manusia. Akan tetapi ketika seorang hamba mempunyai kesalahan terhadap orang lain terlebih kepada sesama Muslim maka urusannya bukan sekedar bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, tetapi hamba tersebut harus bersegera meminta maaf dengan sepenuh hati kepada orang yang yang telah dizalimi. Wallahua'lam......
Sumber : Dinukil dari berbagai sumber dan artikel