Oleh: Titin Mayni Hariyati
Sepit,-(desasepit.web.id). Kelangkaan pupuk bersubsidi sudah menjadi cerita klasik bagi para petani tiap musim tanam tiba. Parahnya, setiap tahun kondisi ini terus berulang. Seakan pemangku kebijakan tidak punya solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini.
Benar saja, memasuki musim tanah tahun ini, sejumlah petani di Kabupaten Lombok Timur, khususnya di Desa Sepit mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Kelangkaan pupuk ini dikhawatirkan berdampak pada kualitas hasil panen mereka.
Tak berhenti sampai di sini. Penderitaan petani semakin lengkap, setelah Menteri Pertanian mengeluarkan peraturan terbaru tertanggal 30 Desember 2020. Yakni Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020. Yang mengatur tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.
Berdasarkan aturan tersebut terjadi lonjakan harga di sejumlah jenis pupuk bersubsidi. Antara lain; harga pupuk Urea yang semula Rp1800/kg, naik Rp450 menjadi Rp2.250/kg, lalu pupuk SP-36 dari HET Rp2.000/kg naik Rp400 menjadi Rp2.400/kg.

H. Ali Tahir for Warta Desa Sepit
Selanjutnya, pupuk ZA mengalami kenaikan Rp300. Yang semula Rp 1.400/kg naik menjadi Rp1.700/kg. Dan pupuk organik Granul naik sebesar Rp300, dari yang semula Rp500/kg menjadi Rp800/kg. Hanya pupuk jenis NPK saja yang tidak mengalami kenaikan HET, tetap Rp2.300/kg.
Bagi petani, terutama petani miskin. Harga tersebut tentunya sangat mahal dan memberatkan. Apalagi selama ini, rata-rata petani di Desa Sepit masih mengandalkan pupuk bersubsidi.
Salah satu petani di Dusun Kondok, Bohari Muslim menilai, kenaikan harga pupuk saat ini di luar batas kewajaran. Menurutnya, pemerintah seharusnya mempertimbangkan dengan matang terlebih dahulu, sebelum menaikkan harga.
"Harga yang dulu saja masih banyak mengeluh, apalagi sekarang," keluhnya saat dikonfirmasi Warta Desa Sepit.
Dikatakan, ditengah kondisi pandemi Covid-19 ini, kondisi finansial warga yang berprofesi sebagai petani khususnya di Desa Sepit tidak menentu. Apalagi saat musim panen tiba seperti sekarang, kata Bohari banyak petani yang mengandalkan dana pinjaman bank maupun lembaga simpan pinjam lainnya.
"Apalagi sekarang musim corona (Covid-19, red). Semua serba susah. Seharusnya pemerintah jeli dengan kondisi sekarang," sesal pria tiga anak ini.
Hal senada juga diungkapkan petani lainnya, H. Rustam. Ia mengatakan terkait dengan kenaikan harga ini, tentunya membuat petani semakin resah. Telebih, saat ini harga komoditi pertanian lainnya juga ikut naik. "Selapuk bae taek. Ye beng te sere susah," keluhnya singkat.
Kendati sebelumnya pemerintah telah menjamin, tahun ini tidak akan terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi. Fakta di lapangan berbeda. Derita petani seakan tiada akhir. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Ini pupuk sudah langka, mahal pula.
Sementara itu, Pemerintah Desa (Pemdes) Sepit melalui Sekretaris Desa, Muhammad Sulhan Hadi telah menginisiasi pertemuan antra Ketua Kelompok Tani se Desa Sepit dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertanian Kecamatan Keruak dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) untuk Desa Sepit tadi malam di Aula Kantor Desa tadinkalam. Pertemuan tersebut bertujuan mengklarifikasi masalah kelangkaan pupuk dan kenaikan pupuk bersubsidi. (*)