Oleh: L. M. Ade Ilham Bakrie, QH., S.S.
(Mutakhorijin Ma’had Darul Qur’an wal Hadits Al Majidiyyah Asy Syafi’iyah Nahdlatul Wathan Anjani Angkatan 55)
Bederus. Istilah bederus secara etimologis adalah sebutan umum masyarakat Lombok terhadap sebuah kalimah kompleks dalam Bahasa Arab yakni Tadaarusan. Dalam qaidah bahasa Arab, Tadarusan adalah kata derivatif dari kata darosa (belajar) yang mendapat imbuhan huruf ta’ dan alif. Dalam kajian kebahasaan formal Arab, penambahan huruf ta’ dan alif pada sebuah kata dasar akan berimplikasi pada perubahan makna dari kata dasar tersebut menjadi lil musyarokati bayna sayaini fa aktsaro/lil muthowa’ah (makna resiprokal/timbal balik). Simpelnya makna muthowa’ah ini kita artikan “ saling”, maka kata tadaarus setelah ditranslasi kedalam bahasa Indonesia menjadi “saling belajar”. Jadi, definisi tadarus secara etimologis adalah sebuah pekerjaan dimana terdapat proses “saling belajar” atau belajar dan mengajar Al Qur’an dengan sebuah kesungguhan. Proses saling belajar Al-Qur’an ini kemudian juga sering disebut sebagai kegiatan “saling simak”, dan inilah yang disebut bederus dalam tradisi masyarakat sasak Lombok.
Sedangkan kata bederus/tadaruss secara terminologis/istilah tidak hanya sebuah proses belajar membaca Al-Qur’an namun juga dengan diikuti sebuah idaarotut tafhim wat tadabbur (usaha memahami dan menelaah) makna dari setiap ayat-ayat suci yang dibaca, Allah SWT berfirman:
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan, merenungkan, dan menelaah ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29)
Di dalam sebuah kitab popular, At Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur’an, Imam Nawawi telah mencoba mengkompilasi beberapa fadhilah atau keutamaan tadarus yang perlu kita pahami, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah menganalogikan pembelajar dan pengajar Al Qur’an sebagai manusia golongan terbaik. Selain karena kemuliaan objek yang dikaji, proses menjadi Thoolibul ‘Ilmi wa Mu’allimuhu (penuntut ilmu dan pengajarnya) memiliki keutamaan tersendiri yang sangat besar, bahkan menjadi sebuah kewajiban personal bagi seseorang untuk mengetahui hal-hal terkait ibadahnya. Membaca Al Qur’an tidak hanya mendatangkan keuntungan ukhrowi dengan pahala kontemplatif membaca dan merenungkan ayat-ayatnya namun juga mendatangkan keuntungan dunia dimana dengan momentum tadarus menjadi sebuah media memperkuat sillaturahmi dan memperkokoh tali solidaritas di tengah masyarakat. Keutamaan ini adalah karena kemampuan membaca Al Qur’an sebagai gerbang utama seseorang dapat menuai kebaikan-kebaikan dari ayat-ayat suci tersebut. Rasulullah SAW mengatakan:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. BUKHORI)
2. Pahala yang berlimpah, meski baru belajar dan masih tertatih. Allah SWT menjadikan Al Qur’an sebagai kitab paripurna-penyempurna Kitab-kitab seblumnya, maka segala hal yang memiliki relevansi-infiltratif dengan Al qur’an akan ikut mulia. Kemuliaan Al Qur’an menjadikan bulan turunya (Bulan Ramadhan) menjadi bulan termulia, Rasul yang menerimanya (Nabi Muhammad SAW) menjadi Rasul termulia, umat yang menerimanya (Umat Muhammad SAW) menjadi umat termulia, hingga apresiasi luarbiasa ini Allah berikan kepada hambanya yang baru belajar membacanya, meski terbata-bata dan belum paham makna-maknanya. Rasulullah SAW mengatakan:
"Orang yang ahli dalam Al-Qur'an, akan bersama para malaikat pencatat yang mulia lagi benar. Dan orang-orang yang terbata-bata membaca Al-Qur'an serta bersusah payah (mempelajarinya), maka baginya pahala dua kali." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
Jakarta, 28 February 2021